Belum Ada Judul

BELUM ADA JUDUL (1)
Benny Obon
Hembusan angin malam membelai wajah para penonton yang hadir dalam acara pementasan teater yang dibawakan oleh para mahasiswa STFK Ledalero di Maumere pada tanggal 28 oktober yang lalu. Para kaum muda dari berbagai sudut kota Maumere datang dan memadati area yang menjadi tempat pementasan teater berjudul ‘Belum Ada Judul’. Kehangatan udara pada malam hari yang menjadi kekhasan kota nyiur melambai itu membuat setiap penonton larut dalam alunan musik yang mengiringi acara pementasan teater.
Para penonton yang sebagian besar terdiri dari kaum muda itu bersatu dalam semangat nasionalisme melawan berbagai ancaman disintegrasi budaya, bahasa dan bangsa. Kaum muda yang berjiwa nasionalis itu sontak bersorak dan bersama-sama menyanyikan lagu “Satu Nusa Satu Bangsa” dengan penuh semangat. Trinold, yang menjadi master of ceremony dalam acara itu terus membakar semangat kaum muda dengan yel-yel kemerdekaan kaum muda: Merdeka! Merdeka! Hidup kaum muda! Para penonton yang ruapanya sudah tidak sabar menyaksikan acara teater itu pun membalas yel-yel itu dengan sorakan dan tepuk tangan. Tak ketinggalan juga komentar para penonton yang kedengaran ‘eskatologis’ yang mengundang para yang penonton lain larut dalam tertawa.
Para penonton yang sudah tidak sabar dengan penampilan kelompok teater semakin bersemangat ketika dua orang bintang yang mewakili Shalink Tana Puang Maumere membawakan sebuah lagu berjudul Berita kepada kawan. Lagu yang bertipe melankolis ciptaan Ebid G. Ade itu dinyanyikan dengan penuh improvisasi oleh kedua orang bintang yang tampak melankolis dan pragmatis tersebut. Kedua gadis itu menjadi representan kaum muda sekota maumere dalam acara memperingati hari sumpah pemuda yang ke-80 dan seabad hari kebangkitan nasional. Lagu yang dinyanyikan secara begantian oleh kedua gadis remaja itu mengundang siulan dan tepukan tangan yang meriah dari para penonton.
Acara pertunjukan teater dari mahasiswa STFK Ledalero yang disiarkan langsung oleh radio Sonia FM maumere itu dikemas sedemikian rapih sehingga dibawakan dengan sangat menarik. Kaum muda yang hadir pun enggan beranjak dan berpindah dari tempatnya. Kaum muda kota nyiur melambai yang mempunyai jiwa musik dan seni yang tinggi semakin bersemangat ketika Santi membawakan sebuah lagu dengan penjiwaan yang penuh. Gadis remaja yang menjadi salah satu bintang pada malam itu menyanyikan lagu yang bernafas nasionalisme dengan penuh ekspresif.
Acara pertunjukkan teater tersebut diselingi oleh berbagai acara dari kelompok wahana lingkungan hidup Indonesia (Wahli) cabang NTT. Wahli membawakan orasi yang membakar semangat para penonton. Dengan visi dan misi yang mulia mereka tampil dengan penuh semangat memaparkan kepeduliannya akan realitas lingkungan NTT sekaligus mengajak kaum muda Maumere untuk menaruh kepedulian terhadap kelestarian alam NTT umumnya dan Sikka khususnya. Pulau nusa bunga akan menjadi nusa gersang jika kita tidak menjaga kelestariannya. Kaum muda diajak untuk tetap menjdikan Flores sebagai pulau yang penuh dengan bunga. Dengan demikian nama flores yang pertama kali diberikan oleh orang Portugis kepada pulau berbentuk ular ini pun tidak hilang dari ingatan kita tetapi tetap mengabadikannya dalam ingatan kolektif kita.
Para penonton yang hadir tampak sangat tenang mendengarkan orasi para kelompok Wahli. Kaum muda dan siapa pun yang hadir pada malam itu bangga dengan keberanian beberapa orang anak SMP yang ikut memberikan orasi dan pernyataan kepeduliannya akan lingkungan. Pelajar SMP asal Larantuka tersebut sengaja datang untuk mengajak dan menyadarkan kaum muda Maumere untuk lebih peduli terhadap lingkungan.
Wahli mengajak segenap kaum muda untuk bersama-sama memerangi berbagai tindakan eksploitasi terhadap lingkungan karena akan merugikan generasi selanjutnya. Lingkungan mesti dilihat sebagai sahabat yang mesti dijaga dan dirawat, bukan untuk dieksploitasi.
Acara pementasan teater berjudul “Belum Ada Judul” yang menjadi puncak acara tersebut dihadiri juga oleh Sekretaris Daerah (Sekda) kabupaten Sikka yang mewakili unsur pemerintah daerah (Pemda) Sikka.
Berbagai realitas dan persoalan yang dihadapi bangsa kita dikemas dalam teater yang ditulis oleh Oston Gadi Kapo yang sekaligus menjagi pelaku utama dalam teater tersebut. Teater tersebut bersifar inkulturatif dan penulis sengaja memasukan unsur budaya kedalamnya karena bangsa kita adalah bangsa yang satu dengan pluralitas bahasa, dan budaya. Kesadaran akan pluralitas inilah yang membangkitkan semangat kaum muda untuk bersatu dalam sumpah pemuda. (bersambung).








BELUM ADA JUDUL (2)
Benny Obon
Hari terus beranjak, malam pun tampak semakin pekat. Para penonton sedikitpun tidak tersusik dengan kegelapan malam yang terus bergeser menemui hari berikutnya. Malam seakan tak sabar dan tak terasa ia bergerak perlahan untuk menjumpai kekasihnya sang raja siang. Gesekan daun pohon mangga yang tumbuh dan berkembang dalam keheningan di taman itu menjadi musik alam yang mengiringi langkah para pelakon teater tersebut.
Jalanan tampak lengang dan sepi. Tak terdengar deruan kendaraan roda dua dan roda empat yang lewat. Rumah-rumah warga sekitar tampak sepi yang mengisyaratkan mereka larut dalam mimpi. Tak seorang pun tahu kalau di antara mereka ada yang memimpikan negeri ini atau mungkin mereka capeh dan atau mungkin otak kecil mereka penuh sesak oleh berbagai persoalan yang diderita bangsa ini.
Area pementasan teater terasa sepi di tengah desak-desakan penonton yang hadir. Sorot lampu utama pada panggung teater mengundang penonton larut dan terbang jauh ke dalam sabana keheningan. Sorot lampu utama yang serentak menampakkan pelaku utama di atas panggung serentak mengundang sorakan dan tepukan tangan yang meriah dari para penonton.
Sapaan awal pelaku utama yang tampak penuh wibawa membuat penonton terdiam. Kaum muda yang tampak menikmati acara teater tersebut tekun mendengarkan setiap kata dan ucapan yang dikeluarkan oleh pelaku utama. Sebentar-sebentar mereka bersorak dan memberikan tepukan tangan terhadap berbagai akting yang membuat para penonton tertawa.
Para penonton kembali terdiam pada setiap bagian di mana sang pelaku utama berbicara dengan suara yang kecil. Semakin kecil ia bersuara penonton pun semakin penasaran mendengarkan setiap kata yang diucapkannya. Mereka tampak tenang mendengarkan dan memetik pesan yang disampaikan dalam teater berjudul “Belum Ada Judul” tersebut.
Para penonton yang hadir dalam pementasan teater tersebut sangat senang dan bangga karena bisa mengangkat realitas dalam hidup masyarakat kita. Thirsa, seorang mahasiswi semester VI pada Universitas Nusa Nipa mengatakan bahwa indonesia yang sudah tidak terarah lagi benar-benar dikritik dalam teater tersebut, dan ia berpesan agar kaum muda Maumere tetap berjuang untuk bersatu.
Sementara itu Mr. Black, vokalis group band Revolution yang sering menyaksikan acara teater berkomentar bahwa, nilai seninya belum maksimal namun pesannya sangat jelas. Ia sendiri berpesan agar masyarakat menjadikan seni sebagai sebuah jalan keluar terhadap berbagai persoaloan hidup yang kita alami selama ini.
Penonton lain seperti Imelda yang sehari-hari bekerja di kantor bandara Waioti yang juga belum pernah menyaksikan acara serupa mengaku sangat senang. Lebih jauh ia mengatakan penampilan tokohnya sangat bagus dan ia mengharapkan agar kaum muda Maumere lebih menghargai seni.
Pater Dr. Kondrad Kebung, SVD selaku ketua STFK Ledalero mengaku sangat senang dan mendukung kreativitas mahasiswa, beliau mengharapkan kreasi mahasiswa mesti ditingkatkan dan memberi peluang yang banyak untuk mengekspresikan diri dan mendekatkan diri dengan masyarakat.
Para penonton yang hadir tampak gembira ketika mereka memahami persoalan utama yang ingin disampaikan dalam teater tersebut. Mereka seakan sepakat mengatakan bahwa negeri kita sedang tidak beres. Di mana-mana terjadi tindakan ketidakadilan yang memecahbelah kesatuan. Atas nama suatu kepentingan para penguasa menyulap ide rakyat yang pada gilirannya membawa orang pada perpecahan yang menodai semangat sumpah pemuda. Para penguasa lihai menipu rakyat yang mengancam persatuan yang sudah ditanamkan dan diikrarkan para pedahulu kita pada 28 Oktober 1928 yang lalu.
Teater ini mau mengatakan bahwa kita semua belum ada judul. Dengan ini kita ditantang untuk memiliki judul: untuk bangkit dan tampil bersatu menghadapi berbagai tantangan hidup dewasa ini.
Kita belum punya judul, kita belum punya bentuk, kita belum sungguh bangkit, dan kita belum sungguh-sungguh bersatu. Oleh karena itu kaum muda Maumere ditantang agar kita mempunyai judul, agar kita mempunyai bentuk, agar kita sungguh-sungguh bangkit, dan agar kita semakin bersatu.
Teater yang terdiri dari tiga babak tersebut mengungkap kenyataan dan serentak menawarkan harapan dalam diri kaum muda agar kita sungguh bangkit dalam kesatuan memperjuangkan kesatuan. Dengan demikian kita mempunyai dasar pijak hidup yang satu yang bernama Tanah Air Indonesia, supaya semua bahu-membahu bekerja sama dalam sebuah tubuh yang bernama Bangsa Indonesia, dan supaya semua dalam gerakan menuju tujuan yang satu dijiwai oleh Roh sama yang bernama Bangsa Indonesia. (habis).

0 komentar: