Independensi KPU

KPU DAN INDEPENDENSINYA


Benny Obon
Lahir di Todo - Manggarai
Sekarang Belajar pada STFK Ledalero
Anggota KMK Ledalero

Harian Pos Kupang tanggal 7 Mei 2008 yang lalu menurunkan berita tentang keputusan KPU NTT menghentikan sementara kegiatan Pilgub. Keputusan tersebut diambil setelah didemo massa pendukung paket Amsal dan Harkat pasca penetapan pasangan yang lolos ke arena pertarungan Pilgub. Keputusan KPU tersebut setidaknya membawa dampak bagi rakyat yaitu rakyat akan bertanya tentang esensi demokrasi itu sendiri. Betapa tidak rakyat yang masih belajar berdemokrasi yang tertuang dalam pilkada menjadi heran dengan kebijakan ini. Seiring dengan itu akan timbul pertanyaan: akankah Pilgub NTT berlangsung sesuai hakikat dan esensi pilkada itu sendiri atau justru membawa suatu perpecahan dalam masyarakat.
Pengalaman membuktikan bahwa berbagai gejolak dan konflik massa turut mewarnai proses pilkada. Hal ini terjadi karena ketidakpuasan massa baik terhadap mekanisme penjaringan calon, pelaksanaan maupun terhadap hasil pilkada. Tindakan serupa nampak dalam berbagai aksi massa seperti aksi penyegelan KPUD di Padang Pariaman, Kendari dan Kepulauan Aru, pengrusakan dan pembakaran kantor KPUD di Binjai. Aksi protes dilakukan pula oleh massa pendukung paket Yosua terhadap KPUD Kabupaten Sikka beberapa waktu lalu. Bahkan sampai pada tindakan yang lebih katastropik seperti pengeboman kantor KPUD di Kepulauan Sula, Maluku Utara.
Tindakan-tindakan di atas menjadi catatan kelam sejarah perjalanan pilkada di negeri kita. Mungkin fakta-fakta seperti inilah yang menjadi alasan Hasym Muzadi (ketua PBNU) mengatakan sebaiknya pilkadal dihapus (PK,26 Januari 2008).
Aksi protes massa pendukung paket Amsal dan Harkat di atas adalah tanda apresiasi dan respek rakyat atas praktik pilkada. Aksi massa di atas merupakan tanda kemajuan praktik demokrasi dalam aras lokal. Artinya, sudah menjadi tanda kedaulatan rakyat yang mana rakyat menjadi pusat gravitasi dari keseluruhan aktivitas politik.
Independensi KPU
KPU merupakan penyelenggara pilgub. Sebagai lembaga penyelenggara KPU harus sungguh-sungguh independen. Independensi ini baik dalam hubungan dengan parpol maupun dengan pemerintah. Betapapun apiknya sistem dan mekanisme yang ditetapkan, namun apabila tidak didukung oleh independensi pada tataran praktik, pilkada pada gilirannya justru menciptakan masalah yang membawa citra negatif terhadap pilkada. Pilkada pun dinilai gagal dan menorehkan sejarah yang kelam.
KPU sebagai lembaga independen harus benar-benar menunjukkan citranya yang baik kepada masyarakat. Citra yang baik ini ditunjukkan lewat mekanisme kerja yang sungguh-sungguh bebas dari kepentingan politis dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
KPU sebagai lembaga independen juga hendaknya bekerja sama dengan Panwas agar tercipta suatu koordinasi yang baik. Hubungan kerja sama antara keduanya dapat menciptakan iklim independensi yang baik, sehingga KPU benar-benar menunjukkan citranya yang baik di tengah masyarakat. Untuk menjaga integritasnya KPU perlu mempunyai sikap tertentu dalam menuju Pilgub yang bermutu dan bermartabat.
Ritus Pilgub akan sukses bila disikapi dengan baik. KPU sebagai penyelenggara Pilgub perlu mempunyai modal agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pertama, tegas dan teguh pada pendirian. Independensi KPU akan nampak bila ia tegas dalam prinsip. Kalau sudah diputuskan batas akhir penyerahan perbaikan administrasi tanggal 28 April 2008 (PK, 7 Mei 2008), itu berarti lewat dari tanggal tersebut dinyatakan gugur. Seperti yang dilakukan oleh paket Gaul yang terungkap bahwa dokumen tersebut baru diserahkan pada tanggal 29 April 2008. Itu berarti paket Gaul sudah terlambat menyerahkan dokumennya. Kita bisa melihat KPU tidak tegas dalam mengambil keputusan. KPU juga mesti teguh pada pendirian dan tidak terpengaruh oleh pihak luar. Keputusan KPU memberhentikan sementara kegiatan Pilgub merupakan tanda lembaga ini dipengaruhi oleh aksi massa paket yang gagal. Kedua, adil dan tidak diskriminatif. KPU secara jelas melakukan tindakan diskriminatif dalam pengambilan keputusannya. Sesudah batas akhir perbaikan dokumen tanggal 28 April 2008, KPU NTT tidak lagi menerima dokumen/berkas paket-paket bakal calon. Namun diketahui bahwa paket Gaul baru menyerahkan dokumen pada tanggal 29 April 2008 (PK 7 Mei 2008), dan meloloskan paket tersebut. Kenyataan ini menunjukkan KPU secara terang-terangan bertindak diskriminasi terhadap paket tertentu. Ketiga, transparan. KPU mesti terbuka menjelaskan kepada masyarakat terkait diakomodirya pasangan calon yang didaftar oleh parpol yang tidak memenuhi syarat 15 persen. KPU NTT tentu mempunyai alasan mengakomodir pasangan yang belum memenuhi syarat tersebut. Keempat, bertanggung jawab. KPU harus bertanggung jawab atas setiap keputusan yang diambil dan perlu mempertimbangkan konsekuensi yang akan terjadi. Sejak penetapan pasangan calon gubernur berbagai aksi protes bermunculan, yang berpengaruh pada keputusan KPU menghentikan sementara kegiatan Pilgub. Hal ini mungkin tidak perlu terjadi manakala KPU sudah secara sungguh-sungguh mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Penetapan calon yang maju dalam Pilgub tentu diambil sesuai aturan yang berlaku sehingga kegiatan pilgub tidak perlu diberhentikan. Pilgub akan sukses jika lembaga independensi (KPU) benar-benar menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga independen yang terpercaya.*










0 komentar: