FILSAFAT DAN KONTEKS SOSIAL

Benny Obon
Kru KMK_Ledalero – Pemerhati sastra dan Kaligrafi Arab

Setiap perjalanan manusia/sesuatu selalu melewati waktu. Ia selalu bergerak dalam dimensi ruang dan waktu (tertentu). Seluruh dinamika hidup selalu terjadi dalam waktu. Peralihan waktu adalah suatu pergerakan sejarah yang selalu meninggalkan bekas. Dalam setiap bekas-bekas inilah kisah-kisah perjalanan diabadikan. Karena itu merenung tentang perjalanan (suatu lembaga) berarti juga merenung tentang waktu.
Pada tanggal 20 Mei kemarin Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero memasuki usia yang ke-40 tahun. Sebuah usia yang panjang dan patut direfleksikan serta disyukuri bersama. Bila diasosiasikan dengan manusia, usia 40 tahun merupakan usia yang panjang, suatu usia di mana seseorang matang dalam segala hal. Usia 40 tahun bagi manusia juga merupakan usia kesuksesan dalam karier.
Demikian pun halnya dengan STFK Ledalero. Usia panca windu ini merupakan suatu rahmat dalamnya ia bergerak dan terus mewujudkan diri menuju visi-misinya dalam membangun masyarakat melalui pendidikan. Dalam perjalanannya tersebut berbagai pengalaman, baik pengalaman jatuh dan bangun sudah tentu menghiasi pentas sejarah STFK Ledalero. Berbagai pengalaman tersebut menjadi batu pijak dan landasan dalam perjalanan STFK Ledalero sehingga lembaga pendidikan ini dapat berdiri kokoh. Pengalaman-pengalaman inilah yang mesti selalu direfleksikan dan direnungkan dalam mengembangkan STFK Ledalero ke depan. Berbagai pengalaman yang turut menghiasi lembaran sejarah STFK Ledalero menjadi sejarah kolektif (bagi para alumni) yang selalu dikenang.

Filsafat dan Realitas
STFK Ledalero merupakan lembaga pendidikan filsafat yang mendidik mahasiswa untuk mengenal realitas. Filsafat sebagai suatu pergumulan untuk mencari kebenaran tidak terlepas dari realitas. Kebenaran itu ada dalam realitas, oleh karena itu ia mesti digali. Penggalian di sini tentu melalui pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan akan membuka horizon berpikir kita kepada intuisi dan esensi kebenaran itu sendiri.
Kebenaran menjadi tujuan pencarian dalam filsafat. Oleh karena itu beberapa filsuf selalu bertanya apa itu kebenaran. Francis Bacon (1561-1626), misalnya dalam salah satu esainya Uber die Wahrheit memulai esainya dengan mengutip pertanyaan Pilatus: “Was ist Wahrheit?” (bdk. Francis Bacon, Essays, Universal Bibliothek, p. 13). Segala refleksi filosofis atas suatu entitas pun selalu mengarah kepada kebenaran. Jadi filsafat merupakan pergumulan mencari kebenaran untuk mencapai kebijaksanaan hidup.
Lalu pertanyaan lanjut, apa itu kebijaksanaan? Apakah filsafat mampu mengantar manusia pada kebijaksanaan? Apakah ada gradasi dalam kebijaksanaan?
Pertanyaan-pertanyaan ini mengantar kita pada suatu pergumulan filosofis tentang esensi kebijaksanaan itu sendiri. Bahwa kebijaksaan secara praktis tidak berada dalam diri orang yang tahu banyak (know more) juga tidak terletak dalam diri orang yang tidak tahu apa-apa. Parameter gradasi kebijaksanaan tidak diukur menurut barometer episteme (quantum des wissens). Kebijaksanaan tidak terletak dalam interese teoretis tetapi dalam setiap kecenderungan untuk mengarahkan diri kepada dunia dan hidup untuk menentukan suatu keputusan yang tegas dan pasti dalam pelbagai perbedaan ideologi dan paham.
Tingkat pengetahuan seseorang bukan menjadi ukuran bahwa ia adalah seorang yang bijaksana. Tetapi kebijaksanaan itu terletak bila seseorang mampu menyatukan segala sesuatu yang dimilikinya dengan realitas; terbuka, jujur, pandai berdialog dengan dunia dan manusia, mendengarkan orang lain, menguasai diri dalam pelbagai kecenderungan, memiliki kebebasan batiniah, berpikir cermat dan kritis serta mampu menginternalisasikan pengetahuan praktis dengan realitas atau kehidupan konret.
Mengenal realitas mambawa kita untuk semakin berusaha menggumuli setiap entitas yang dipancarkan oleh realitas. Mengenal realitas memampukan kita untuk mendikte setiap perubahan yang selalu mengiringi derap langkah waktu. Dengannya kita tidak terdikte oleh realitas dan tidak menjadi korban setiap perubahan yang berjalan bersama waktu.
Setiap orang pada dasarnya adalah filsuf. Setiap orang berfilsafat sesuai pendidikannya. Jadi manusia berfilsafat dengan berbagai macam cara. Dan, menurut Fichte filsafat yang diemban oleh seseorang bergantung pada manusia macam apakah orang itu. Seorang filsuf hendaknya tetap terbuka terhadap realitas dan ia seharusnya profesional dalam bidangnya dan dalam hidup. Ia harus pandai menghadapi masyarakat dan mampu melihat setiap situasi secara positif dan matang. Seorang ahli ekonomi selalu berpikir bagaimana cara untuk menyukseskan usahanya dan dapat menguasai pasar ekonomi. Di sinilah sebenarnya ia berfilsafat tentang bagaimana mencapai segala rencana yang sudah dibuatnya. Rencana ini tentu dipadukan dengan teori yang dipelajarinya yang dikonfrontasikan dengan realitas. Jadi filsafat selalu berhubungan dengan hidup, dan hidup tidak bisa dilepaspisahkan dari realitas.
Filsafat juga bersifat sangat kontekstual karena karya berfilsafat berarti mengarahkan seluruh diri kepada realitas atau apa yang kita amati, apa yang kita pikirkan dan apa yang kita tanggapi tentang realitas di sekitar kita. Dan, konteks seperti ini hanyalah bersifat historis dalam kaitan dengan eksistensi manusia sendiri yang hidup dan bergerak dalam ruang dan waktu. Persoalan ruang dan waktu sesungguhnya menyangkut persoalan filsafat itu sendiri. Claro R. Ceniza menulis, “The problem of philosophy has always been the problem of Time dan Space ...” (bdk. Claro R. Ceniza, Thought, Necessity and Existence: Metaphysics and Epistemology, p.VII).
Dengan filsafat diharapkan agar mahasiswa (dan pemikir generasi sekarang) melihat konteksnya yang lebih mendalam dan berusaha masuk ke dalamnya untuk membangun suatu dunia yang lebih aman, baik, tertib, benar, adil, dan bersahabat. Dunia kita yang sedang diwarnai oleh krisis global dan kemanusiaan (perang) menjadi tantangan bagi ‘filsuf-filsuf’ baru untuk merefleksikannya dan mencari jawabannya kepada suatu pembenaran hidup di mana suatu diskursus dapat berjalan.
Mereka yang belajar filsafat mesti peka dalam membaca setiap situasi sosial dan kiranya ini juga menjadi cermin bagi mereka yang mencintai kedamaian, keadilan dan memikirkan kebaikan bersama.

STFK Ledalero dan Konteks Sosial
Sebagai lembaga filsafat, STFK Ledalero tidak hanya begumul dengan refleksi-refleksi filosofis ataupun mendalami tema-tema filsafat modern maupun postmodern. Tetapi ia menerjemahkan dirinya di tengah realitas yang kompleks yang dihadapi masyarakat luas. Berbagai problem dan realitas itu turut menjadi bahan refleksi, dengannya STFK Ledalero bisa mengaktualisasikan diri di tengah situasi tersebut.
Kehadiran STFK Ledalero dalam kompleksitas problem masyarakat muncul dalam berbagai suara kritisnya. Suara-suara kritis tersebut muncul sebagai kepedulian dan rasa tanggap akan realitas. Dengan masuk dalam diskursus publik, STFK Ledalero turut mengambil bagian dalam memberikan dukungan kepada masyarakat.
Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan moral dan spiritual. Dukungan tersebut mendorong masyarakat untuk mengenal dan membaca realitas yang terjadi di tengah mereka. Berbagai problem yang dihadapi masyarakat yang patut menjadi perhatian STFK Ledalero baik secara langsung maupun tidak langsung seperti menolak UU Sisdiknas, menolak eksekusi Tibo Cs, menolak rencana tambang emas di Lembata, rencana pembangunan Korem di Flores, rencana tambang di Manggarai, dan menyikapi pengesahan Undang-undang Pornografi (UUP) yang terealisasi dalam seminar sehari di Ledelaro beberapa waktu lalu.
Dalam kompleksitas problem seperti ini, STFK Ledalero hadir sebagai lembaga yang membantu masyarakat dalam diskursus bersama. Dengan itu masyarakat dapat mengenal problem yang mereka hadapi serta dapat menghadapi persoalan-persoalan tersebut. Dalam suara-suara kritisnya, STFK Ledalero memberdayakan masyarakat yang tidak mampu untuk masuk dalam suatu diskursus rasionalitas. Dengan demikian masyarakat dapat mengenal problem yang mereka hadapi.
Suara-suara kritis STFK Ledalero juga dapat berupa pendidikan politik bagi masyarakat dengan terjun dalam ruang publik. Ruang publik sebagai ruang apresiasi dan aktualisasi publik dalamnya berbagai diskursus terjadi. Pendidikan yang diberikan muncul dalam berbagai ekses seperti opini-opini maupun seminar-seminar pemberdayaan. Opini-opini dibangun untuk mengantar masyarakat pada pertimbangan kritis rasional akan problem yang mereka hadapi. Opini-opini dibangun melalui media massa karena media massa adalah entitas yang netral dalam suatu diskursus (menguti Juergen Habermas, Public Sphere).
Dengan masuk dalam diskursus publik, maka STFK Ledelero bukan hanya sebagai menara gading yang berdiri kokoh yang diagung-agungkan. Tetapi sebagai lembaga pendidikan yang menjadi ‘matahari’ yang selalu memancarkan sinar-sinar kritis-rasional yang memberdayakan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat juga nampak dalam kebijakan pada STFK Ledalero yang membuka kesempatan bagi kaum awam – bukan calon imam, untuk belajar pada STFK Ledalero. Kebijakan ini merupakan tindak lanjut atas Kanon 811(1) Kitab Hukum Kanonik (KHK). Dengan kebijakan ini, maka Gereja melalui STFK Ledalero turut membentuk seseorang untuk menjadi awam yang baik yang dapat mendedikasikan diri dalam membantu tugas-tugas pastoral Gereja.
Program studi magister teologi kontekstual pada STFK Ledalero mesti membantu mahasiswa untuk membaca problem-problem kontekstual yang dihadapi umat. Refleksi filosofis-teologis atas kompleksitas problem tersebut mesti membantu masyarakat untuk menjawab berbagai persoalan dan bukan lari dari berbagai problem tersebut. Dengan demikian umat pun dapat keluar dari masalah yang mereka hadapi.
STFK Ledalero juga sadar bahwa ia adalah bagian dari berbagai universitas/perguruan tinggi yang ada di NTT. Oleh karena itu STFK Ledalero selalu mengambil bagian dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti mengikuti Pekan Ilmiah dan Seni Mahasiswa (PISMA) yang melibatkan semua universitas/perguruan tinggi di NTT. Dalam ajang seperti ini mahasiswa STFK Ledalero dapat membuktikan diri dalam bersaing dengan universitas/perguruan tinggi yang lain. Dengan keluarnya STFK Ledalero sebagai juara umum dalam beberapa kali penyelenggaraan kegiatan tersebut menunjukkan STFK Ledalero merupakan yang terbaik. Dan, universitas/perguruan tinggi lain dapat menjadikan STFK Ledalero sebagai cermin untuk berlajar meraih prestasi dalam perlombaan-perlombaan seperti itu.
Memasuki usianya yang ke-40 tahun ini, STFK Ledalero mesti tampil sebagai lembaga yang semakin dewasa. Kedewasaan ini ditunjukkan dengan semakin meningkatkan keterlibatannya dalam kehidupan sosial. Dan, para mahasiswa (serta para alumni) STFK Ledalero mesti menunjukkan diri sebagai ‘filsuf-filsuf’ baru yang mampu menerjemahkan konsep-konsep filsafat dalam realitas konret. Dengan demikian kehadiran (kita) dapat merupakan sumbangan berharga bagi pembangunan Gereja dan negara.*

0 komentar:

JANGAN SALAH MEMILIH

Benny Obon

Ujian Nasional (UN) tingkat sekolah menengah atas (SMA) telah usai. Para siswa tentu bangga karena dapat menyelesaikan pendidikannya di tingkat SMA. Kini mereka sedang menantikan hasil perjuangannya selama tiga tahun tersebut. Di tengah penantian tersebut mereka juga tentu pusing di hadapan pilihan masuk perguruan tinggi swasta (PTS) atau perguruan tinggi negeri (PTN) serta berbagai program studi yang akan dipilih. Tidak peduli akan lulus atau tidak mereka tentu sedang menghadapi realitas pilihan yang akan sangat menentukan masa depan hidup mereka.
Pilihan hari ini menentukan masa depan seseorang. Hal ini berlaku juga bagi seseorang saat menentukan untuk masuk perguruan tinggi, apakah lewat jalur diploma atau jalur sarjana. Tentu sebagian calon mahasiswa baru sudah memiliki gambaran studi yang pasti, tetapi tidak sedikit juga yang masih kebingungan.
Mereka yang sudah memiliki gambaran studi dan masa depan yang jelas tentu mempunyai langkah yang pasti. Oleh karena itu mereka aktif mencari informasi ke mana mereka akan melanjutkan pendidikannya. Namun, mereka yang belum mempunyai orientasi yang pasti tentu bingung dan bukan tidak mungkin dapat terjerumus dalam banalitas masif.
Tidak disangkal bahwa sebagian orang belum memahami pentingnya saat untuk memutuskan ketika masuk kuliah. Ada yang memutuskan masuk perguruan tinggi tertentu bukan karena sesuai potensi dan minat. Tak jarang ditemukan banyak yang memilih perguruan tinggi dan program studi tertentu hanya karena dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya.
Kenyataan lain yang tidak kalah besar pengaruhnya yaitu keinginan orang tua yang walaupun tidak sesuai dengan minat dan kemampuan anaknya. Selain itu ada yang memilih program studi karena mengikuti teman-temannya atau karena ikut-ikutan, padahal tidak sesuai dengan minat dan kamampuannya.
Realitas tersebut dapat ditemukan pada diri calon mahasiswa baru setiap tahun. Kenyataan ini bisa menimbulkan kecemasan tersendiri dalam diri mereka. Oleh sebab itu seorang calon mahasiswa harus mempunyai orientasi yang pasti. Untuk itu mereka harus mengenal dua faktor dalam dirinya agar tidak salah memilih.
Pertama, faktor internal. Di sini calon mahasiswa harus mengenal dan mencari tahu apa yang diinginkannya. Itu berarti ia masuk dan terjun ke kedalaman diri atau inti diri untuk mengenal apa keinginan terdalamnya (inner will). Jika ia sudah mengenal inti dirinya, maka ia pun dapat mengenal potensi dan kemampuannya, pada gilirannya ia mempunyai dasar yang kuat dan jelas dalam memilih.
Mengenal kemampuan akan sangat membantunya dalam menentukan pekerjaan yang akan digelutinya nanti. Dan, seorang calon mahasiswa mesti sudah mengenal potensi dalam dirinya sejak kelas satu SMA, karena umumnya para siswa pada sekolah-sekolah menengah umum sudah menentukan jurusannya pada tingkat tersebut. Dengan demikian jurusan yang mereka pilih pada waktu SMA akan membantunya ke mana dan program studi apa yang akan diambil di perguruan tinggi.
Di sini dibutuhkan juga peran orang tua dalam membantu anak untuk mengenal potensi dalam dirinya. Dengan dukungan ini anak akan dapat mengenal kualitas-kualitas dalam dirinya, dengannya ia akan menatap masa depan dengan pasti. Pada gilirannya ia akan masuk perguruan tinggi dengan langkah yang pasti. Selain orang tua, seorang calon mahasiswa juga dapat meminta bantuan para gurunya untuk mengenal potensi dalam dirinya. Dan, umumnya para guru mengenal baik kemampuan seorang anak didiknya karena mereka selalu bertemu setiap hari dalam ruangan kelas. Selain itu seorang calon mahasiswa juga dapat mengenal kualitas-kualitas dalam dirinya melalui konseling. Dalamnya seorang calon mahasiswa akan memperoleh arahan yang akan sangat membantunya.
Kedua, faktor eksternal. Ini berhubungan dengan ekonomi, proyeksi hidup masa depan dan orientasi tentang jenis-jenis lapangan kerja yang paling dibutuhkan di masyarakat. Dengan faktor ini seorang calon mahasiswa akan mempunyai orientasi yang jelas. Dengan ini ia mempunyai landasan yang kuat untuk memilih ke mana ia akan melanjutkan pendidikan tingginya serta jurusan apa yang akan ia pilih.

PTN atau PTS
Kehadiran perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri (PTN) maupun perguruan tinggi swasta (PTS) dimana-mana memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses pendidikan. Masyarakat atau calon mahasiswa baru sekali lagi dihadapkan pada dua pilihan, masuk perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi swasta. Dihadapan dua pilihan ini tak jarang masyarakat bingung karena keduanya menawarkan sesuatu yang menjanjikan bagi masa depan seseorang. Namun, satu hal yang tidak bisa untuk tidak dipikirkan adalah menghindar dari dua pilihan tersebut.
Umumnya masyarakat kita memilih perguruan tinggi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Oleh sebab itu masyarakat cenderung memilih perguruan tinggi negeri. Satu hal yang membuat masyarakat memilih perguruan tinggi negeri adalah karena biayanya terjangkau oleh masyarakat kecil. Selain itu perguruan tinggi negeri menyiapkan fasilitas yang sangat membantu mahasiswa untuk berkembang sesuai bakat dan kamampuannya. Dalamnya seorang mahasiswa diberi kesempatan untuk mengembangkan berbagai kualitas dalam dirinya.
Hal lain yang membuat perguruan tinggi negeri diminati masyarakat yaitu perguruan tinggi negeri mempunyai banyak program studi yang memungkinkan masyarakat atau calon mahasiswa geluti. Misalnya universitas Nusa Cendana Kupang dan Universitas Udayana Bali (masuk dalam wilayah kopertis VIII) yang mempunyai banyak program studi yang cukup diminati oleh masyarakat. Tidak berarti perguruan tinggi swasta tidak menawarkan program studi seperti pada perguruan tinggi negeri.
Sedangkan hal yang membuat masyarakat atau calon mahasiswa baru ‘kurang melirik’ perguruan tinggi swasta adalah faktor biaya yang mahal. Kita tidak bisa menampik bahwa tingkat perekonomian dan pendapatan masyarakat kita masih rendah. Hal ini menyebabkan masyarakat ‘menghindar’ dari perguruan tinggi swasta. Namun, kualitas berbagai perguruan tinggi swasta di daerah kita juga tidak kalah baiknya dengan perguruan tinggi negeri. Sebut saja Universitas Widya Mandira Kupang, Universitas Kristen Artha Wacana Kupang, Universitas Timor Kefamenanu, Universitas Flores Ende (universitas swasta terbesar di NTT), STKIP Ruteng, Universitas Muhamadyah Kupang serta berbagai universitas swasta lainnya.
Tak jarang juga berbagai universitas atau perguruan tinggi swasta menjadi tempat pilihan terakhir bagi calon mahasiswa yang tidak lolos ke universitas negeri. Hal ini disebabkan karena universitas negeri menyediakan kursi yang terbatas kepada calon mahasiswa, itupun harus melalui seleksi yang ketat. Untuk tahun ini saja panitia seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) hanya menyediakan 94.000 kursi dari 400.000 peserta yang akan mengikuti ujian masuk. Itu berarti akan ada 306.000 peserta SNMPTN yang dipastikan tidak lolos seleksi (Kompas, 18/4/2009). Maka, universitas atau perguruan tinggi swasta pun tentu menjadi pilihan yang terakhir.

Membidik Kesempatan Kerja
Banyaknya program studi yang ditawarkan oleh berbagai universitas berhubungan erat dengan lapangan kerja yang dibutuhkan dalam masyarakat. Lapangan kerja tersebut membuka kemungkinan adanya kesempatan kerja bagi calon mahasiswa. Oleh sebab itu calon mahasiswa baru mesti jeli membaca realitas pekerjaan yang paling diminati dalam masyarakat. Minat terhadap lapangan kerja di setiap daerah dari masa ke masa juga tentu berbeda. Demikian pun untuk NTT.
Setidaknya ada dua program studi unggulan yang paling diminati oleh masyarakat NTT. Ini dilihat dari jumlah mahasiswa aktif di setiap universitas maupun perguruan tinggi yang memilih program studi bersangkutan. Kedua program studi tersebut antara lain, pertama, bidang FKIP. Kebutuhan akan tenaga pengajar yang begitu besar di berbagai daerah menyebabkan peluang untuk menggeluti profesi guru semakin besar. Oleh sebab itu bidang FKIP hampir pasti disediakan oleh berbagai universitas di NTT. Hal ini juga disebabkan oleh minat pendidikan masyarakat di NTT yang semakin meningkat. Minat akan pendidikan yang tinggi ini menyebabkan permintaan akan tenaga pengajar begitu tinggi.
Kedua, bidang kesehatan. Halnya FKIP, bidang kesehatan juga mempunyai kesempatan dan peluang kerja yang cukup besar di daerah kita. Oleh sebab itu banyak perguruan tinggi menawarkan program studi kesehatan, baik itu melalui jalur diploma, akademi, S-1 maupun fakultas kedokteran (yang baru dibuka tahun lalu di Universitas Nusa Cendana Kupang).
Bisa diprediksi untuk beberapa tahun kedepan kedua jenis program studi ini tetap mendapat perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya. Tidak berarti masyarakat tidak menaruh minat pada program studi yang lainnya dan tidak dibutuhkan di masyarakat. Namun, inilah kenyataan yang bisa dibaca dari realitas di tengah masyarakat kita.
Dengan demikian calon mahasiswa mesti mempertimbangkan hal ini sebelum menentukan pilihannya. Mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk memilih perguruan tinggi dan program studi sangat penting. Pilihan hari ini sangat menentukan semangat belajar di perguruan tinggi. Pilihan hari ini juga sangat menentukan lapangan kerja yang akan digeluti dikemudian hari.*

0 komentar:

PERGINYA SANG TEOLOG (Mengenang kepergian P. Dr. Yosef Suban Hayon, SVD)

Benny Obon
Mahasiswa semester IV STF Ledalero

Manusia berrencana tetapi Allah yang menentukan. Mungkin sepenggal kebijaksanaan ini cocok untuk konteks ambang batas: kematian. Ketika berhadapan dengan realitas kematian berbagai reaksi muncul dalam diri kita. Berbagai pertanyaan, rasa putus asa muncul sebagai tanda ketidakpuasan. Pengalaman ini selalu mewarnai hidup kita ketika kita menghadapi peristiwa kematian.
Kematian adalah peristiwa yang menyakitkan karenanya sulit diterima. Menerima kematian adalah hal yang cukup aneh dalam budaya kita, karena setiap orang selalu mencintai kehidupannya dan berjuang untuk hidup. Dan, in se-nya manusia selalu ingin dan berusaha untuk hidup. Demikian halnya dengan P. Yosef Suban Hayon, SVD.
Ia selalu ingin hidup dan merayakan kehidupan dalam dan dengan berbagai karyanya. Beliau adalah seorang yang mencintai kehidupan dan selalu berefleksi tentang kehidupan. Ia mewartakan tentang hidup dan kehidupan. Ia berteologi tentang kehidupan. Kehidupan menjadi sentral refleksi filosofis-teologisnya. Kehidupan membuatnya belajar dan bergumul tentang makna hidup sampai ia dipanggil dari hidup itu sendiri. Ia berkarya untuk hidup di tengah kehidupan untuk mewartakan Sang hidup agar yang hidup mengenal hidup, mencintai hidup, menghargai hidup, dan mengenal Sang pemberi hidup. Yang ada ada karena hidup, yang hidup hidup untuk menghidupi dan menghayati hidup itu sendiri. Semuanya dari hidup, oleh hidup dan untuk hidup. Lalu apa yang terjadi jika kehidupan seseorang sudah berakhir. Inilah yang tengah dialami oleh komunitas Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero.
Pada hari Jumat 8 Mei 2009 komunitas Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero dikejutkan dengan berita meninggalnya P. Dr. Yosef Suban Hayon, SVD. Semua anggota komunitas yang merindukan beliau sehat seakan tidak menerima kenyataan tersebut. Anggota komunitas hanya ingin melihat dan menjemput beliau pulang dalam keadaan sehat. Namun, sebagai komunitas yang mencintai kehidupan dan selalu berefleksi tentang kehidupan, Seminari Tinggi Ledalero harus berkecil hati dihadapan kuasa Sang pemberi hidup – Dia yang memberi, Dia pula yang mengambilnya.
Pendidik Yang Bijaksana
P. Dr. Yosef Suban Hayon, SVD adalah seorang imam sejati yang telah mengisi dan menghabiskan waktu hidupnya dalam dunia pendidikan (sebagai dosen). Ia telah mendedikasikan dirinya dalam mendidik dan membentuk para calon imam dan awam yang baik. Sebagai seorang pendidik, ia selalu menunjukkan hal yang terbaik yang akan menjadi kekuatan dan modal bagi anak didiknya.
Pembawaannya yang sederhana, jujur dan terbuka menjadikan ia sebagai seorang pendidik yang cepat akrab dan mudah didekati. Keakraban yang ditunjukkan dalam setiap aspek hidupnya menjadikan segala proses kegiatan pendidikan berjalan lancar. Kelancaran dalam menjalankan tugasnya menjadikan seluruh dinamika hidupnya selalu diwarnai oleh senyum dan tawa.
Ia dikenal dengan semangat murah hati dan tekun dalam menjalankan tugasnya. Ketekunannya membuat ia selalu dicintai oleh setiap orang. Ketekunannya sebagai seorang pendidik dan rektor membuat seluruh anggota komunitas Seminari Tinggi Ledalero mencintainya.
Beratnya tugas yang ia emban selalu diimbangi dengan senyum dan perasaan gembira yang selalu ia tunjukkan dihadapan seluruh anggota komunitas. Ia dikenal sebagai seorang yang murah senyum dan menjadi sumber kegembiraan bagi sesama dalam komunitas. Keberadaannya di tengah komunitas menjadi sebuah anugerah dengan segala kepribadian yang turut memperkaya komunitas.
Sebagai seorang imam pendidik beliau menunjukkan sikap rendah hati dan mendengarkan orang lain. Sikap ini menunjukkan ia adalah seorang yang patut diteladani. Kesaksian hidupnya menguatkan anak didiknya. Ia pun selalu dicintai sebagai seorang bapak dan pendidik yang selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada para mahasiswa.
Di kalangan mahasiswa ia dikenal sebagai seorang yang bijaksana dan humoris. Kehadirannya di ruangan kuliah memberikan suasana yang penuh persaudaraan dan keakraban. Keakraban tersebut menjadikan beliau dicintai oleh para mahasiswa. Metode perkuliahannya yang khas di antara para dosen lain membuat mahasiswa tidak pernah bosan untuk mendengar kuliah-kuliahnya.
P. Yosef Suban Hayon, SVD juga dikenal sebagai seorang retorik yang ulung. Cara bicara, cara menyampaikan pendapat, cara menjelaskan, serta cara berkotbahnya yang menarik membuat banyak orang terpikat dan tertarik padanya.
Kemampuan retorikanya yang tinggi menjadikan pewartaannya mudah dimengerti dan diingat oleh umat. Pewartaannya yang selalu kontekstual dan selalu baru membawa umat untuk cepat mengenal dunia kehidupannya sendiri. Dengannya umat selalu merindukan pewartaan-pewartaannya yang selalu segar dan menghibur. Realitas kehidupan umat katolik yang kian hari kian pelik dilukiskannya dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Cara pewartaannya yang demikian mengantar umat untuk merefleksikan tentang hidup dan mencintai kehidupan itu.
Gaya bahasanya yang berapi-api membakar semangat umat dan pendengarnya. Dengan cara demikian pewartaannya selalu hidup, umat pun selalu ingin mendengarkan kotbah-kotbahnya. Seluruh pewartaannya selalu dipadukan dengan semangat hidupnya. Pembawaannya yang tenang dan sederhana serta kedekatannya dengan orang-orang kecil dan sederhana membuat ia cepat dikenal di dalam masyarakat. Ia sungguh menginternalisasikan nilai-nilai kesederhanaan yang menjadi ciri khas spiritualitas serikat SVD dalam keseharian hidupnya.
Sebagai seorang rektor beliau menanggung beban yang berat. Tanggung jawab Seminari Tinggi Ledalero berada di pundaknya. Beratnya beban yang ia tanggung sepertinya tidak nampak karena ia selalu menghadapi tugasnya dengan senyum. Sifat humoris yang terkandung dalam dirinya mengalahkan beban yang ia tanggung. Ia menghadapi segala tugas dengan senang hati dan selalu bergembira di hadapan berbagai tugas yang selalu menunggunya.
Sebagai seorang rektor ia menjadi bapak bagi seluruh anggota komunitas Seminari Tinggi Ledalero. Teladan hidup yang ditunjukkannya menjadi panutan dan cerminan bagi setiap anggota komunitas Seminari Tinggi Ledalero. Ia selalu rendah hati untuk mencintai para anggota komunitas dengan berbagai watak dan karakter yang mereka miliki. Kemampuannya menghadapi para anggota komunitas menunjukkan bahwa beliau adalah seorang rektor yang mempunyai sifat kebapakan dalam dirinya. Sikapnya ini membuat ia sungguh dicintai dan dibanggakan oleh seluruh anggota komunitas Seminari Tinggi Ledalero.

Sang Teolog
P. Dr. Yosef Suban Hayon, SVD adalah seorang teolog. Ia peka melihat persoalan-persoalan kontekstual yang dihadapi umat. Kepekaannya tersebut membuat ia selalu gencar menyuarakan persoalan-persoalan kontekstual dalam hidup sehari-hari. Ia adalah seorang teolog Asia yang giat mengembangkan praktik dan cara berteologi yang khas Asia. Sebagai seorang teolog Asia ia sungguh mengenal seluk-beluk kehidupan umat Kristen di Asia.
Berbagai persoalan hidup dan masalah-masalah sosial yang dihadapi umat Kristen Asia direfleksikannya dalam keseluruhan hidupnya. Berbagai refleksi yang dibuatnya membawanya untuk membaca jejak dan sidik jari Allah di dunia secara Asia. Pergumulannya yang mendalam dengan realitas konkret dalam masyarakat membuat refleksi-refleksi teologisnya sangat mendalam dan sarat makna.
Berbagai refleksi teologis yang dibuatnya mengantarnya pada keputusan untuk mengembangkan satu bentuk cara berteologi. Karenanya ia pun memelopori pembentukan program studi magister teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Program S-2 Teologi ini lebih difokuskan pada teologi kontekstual. Teologi kontekstual berusaha merefleksikan berbagai persoalan kontekstual. Refleksi-refleksi tersebut dapat menjawab berbagai persoalan kontekstual yang dihadapi oleh umat Kristen.
Sebagai fundator program studi magister teologi pada STFK Ledalero, ia pun dipercayakan sebagai direktur program studi tersebut. Sebagai seorang direktur beliau bertanggung jawab atas proses perkuliahan. Dengan segala kerja kerasnya, program studi ini pun dapat berjalan dengan baik. Setiap tahun mahasiswa yang menempuh jalur S-2 pun meningkat. Itu berarti program studi magister teologi pada STFK Ledalero telah berhasil.
Keberhasilan program studi magister teologi di STFK Ledalero tidak terlepas dari kerja keras sang teolog. Keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa pater Yosef berhasil membawa berbagai refleksi terhadap problem kontekstual untuk didalami oleh para mahasiswa. Itu berarti akan semakin banyak orang yang berusaha untuk membantu umat Kristen dalam merefleksikan berbagai problem kontekstual yang mereka alami.
Merefleksikan berbagai persoalan kontekstual yang dihadapi umat Kristen menunjukkan bahwa Gereja Kristen peka dalam membaca realitas umat. Dengan demikian Gereja pun semakin bermasyarakat dan pada gilirannya Gereja menjadi tanda kehadiran Sang pemberi hidup. Gereja sebagai tanda kehadiran Allah, sekaligus menjadi tanda persekutuan umat Allah di dunia. Gereja menjadi tempat bagi umat Allah untuk meneguhkan diri dan saling menguatkan dalam hidup. Pewartaan-pewartaan gereja pun selalu kontekstual dan selalu bersumber dari realitas kehidupan umat. Dengan demikian pewartaan-pewartaan Gereja sungguh menghidupkan dan membebaskan umat. P. Dr. Yosef Suban Hayon, SVD tentu bangga dengan kemajuan tersebut.
Selain sebagai seorang teolog, P. Dr. Yosef Suban Hayon, SVD juga dikenal sebagai seorang yang selalu merespon suara perempuan korban kekerasan. Beliau pernah mengatakan “Walaupun saya ini tidak punya dasar tentang teori feminis atau teologi feminis, tetapi saya dengan sukarela terpaksa belajar, karena ini penting untuk diberikan dalam pendidikan/mata kuliah di seminari.” Ia menyumbangkan artikel dalam buku Memecah Kebisuan: Agama Mendengar Suara Perempuan Korban Keadilan, Respon Katolik (Komnas Perempuan, 2009).
Sebagai seorang yang merespon suara perempaun korban kekerasan, Pater Yosef menyoroti beberapa hal mengenai hubungan antara kekerasan terhadap perempuan dan agama. Pertama-tama dengan melihat locus terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Kedua, memaparkan bagaimana kekerasan terhadap perempuan dipahami oleh Gereja Katolik. Ketiga, bagaimana memaknai kembali keadilan bagi perempuan korban kekerasan. Dalam buku tersebut juga ia memberikan beberapa langkah konkret dalam mewujudkan keadilan bagi perempuan korban kekekaran.
Penghargaannya yang tinggi terhadap perempuan membuat beliau dikenang banyak orang. Oleh sebab itu layaklah segala ucapan terima kasih diberikan kepadanya atas berbagai jerih payah serta berbagai usaha yang dibuatnya dalam memajukan Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero dan STFK Ledalero. Selamat jalan Pater, kami mencintaimu.*

0 komentar: