PORDAFTA DAN VISI-VISI KEMANUSIAAN

Benny Obon
Kru KMK & kelompok dikusi filsafat Ledalero
Mengajar bahasa Jerman pada SMA Bhaktyarsa Maumere

Pekan olahraga se-daratan Flores dan Lembata (Pordafta) ditutup pada hari Jumat 2 Oktober 2009. Dengan itu berakhirlah seluruh rangkaian pertandingan yang diselenggarakan di Kabupaten Sikka tersebut. Namun, gemanya masih terasa di seluruh pelosok Flores dan Lembata. Di Lembata misalnya, rombongan Prdafta yang baru pulang dari Maumere baru diterima secara resmi oleh bupati Lembata (FP, 5/10/2009). Berakhirnya Pordafta bukan berarti segala aktivitas kita dalam bidang olahraga juga berakhir. Tetapi mesti menjadi starting point bagi kita untuk membangun semangat baru dalam memajukan olahraga di Flores dan Lembata.
Tentu banyak pengalaman dan kisah yang diukir selama pekan olahraga tersebut. Berbagai pengalaman dan kisah tersebut tentu mempunyai makna tersendiri bagi kita. Kita juga tentu mempunyai cara tersediri untuk memaknai momen Pordafta tersebut. Sadar atau tidak Pordafta telah menjadi pekan yang menentukan prestasi setiap orang yang ikut didalamnya.
Lalu, apa sebenarnya makna Pordafta bagi kita? Apakah ia sekadar siklus olahraga empat tahunan? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini ada baiknya kita melihat bersama-sama tujuan dibentuknya Pordafta.
Pordafta tidak lain dibentuk atas keprihatinan para pimpinan daerah se-Floresta untuk meningkatkan prestasi olahraga dalam daerah. Keprihatinan tersebut menyatukan para pimpinan daerah untuk menentukan satu pekan khusus mempertandingkan beberapa cabang olahraga. Pordafta juga dibentuk untuk membina dan mendidik para atlit muda di setiap daerah.
Pordafta merupakan pekan olahraga yang diikuti oleh semua daerah di Flores dan Lembata, mulai dari Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Bajawa, Nagekeo, Ende, Sikka, Flores Timur dan Lembata. Tiap daerah tersebut mengutus para wakilnya untuk ikut serta dalam Pordafta. Cabang olahraga yang dipertandingkan dalam Pordafta tersebut juga beragam, seperti bola kaki, bola voley, sepak takraw, atletik, taekwondo, kempo, karate, pencak silat dan tinju. Semua cabang olahraga tersebut membentuk satu-kesatuan sehingga membentuk suatu jaringan olahraga yang bisa mengisi waktu selama sepekan.
Selama sepekan tersebut para atlit muda kita telah berjuang dengan maksimal untuk memenangkan pertandingan. Mereka telah menunjukkan yang terbaik untuk mempersembahkan prestasi bagi daerahnya. Dan, dalam usaha memperjuangkan prestasinya tersebut tentu ada yang gagal dan ada yang berhasil. Karena itu, kita patut memberikan ucapan selamat kepada yang sukses dan mendorong yang gagal untuk berjuang lebih giat lagi.
Pordafta sebagai saat untuk mencari para atlit muda di daerah-daerah mempunyai manfaat bagi kita. Pertama, Pordafta membangun persaudaraan. Persaudaraan dan keakraban merupakan visi-visi kemanusiaan kita. Visi-visi kemanusiaa ini membawa perdamaian dan persahabatan. Perdamaian dan keakraban memungkinkan terciptanya relasi yang baik antardaerah. Relasi yang baik meniadakan jurang antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Relasi yang baik tersebut juga memungkinkan komunikasi yang baik antardaerah dan komunikasi yang baik memungkinkan kerja sama yang baik antara pemerintah daerah. Dengan demikian setiap daerah saling mendukung dalam pembangunan. Kalau relasi antara daerah bisa dibangun melalui kerja sama bidang ekonomi, maka bidang olahraga pun dapat membangun kerja sama antardaerah.
Kerja sama pemerintah se-Flores dan Lembata tersebut hendaknya tidak hanya sampai di sini. Tetapi mesti melingkupi bidang lain, misalnya pemerintah duduk bersama memikirkan apakah mungkin Flores dan Lembata bisa membentuk provinsi tersendiri. Saya kira soalnya sekarang ialah bagaimana para pemimpin se-Floresta bisa menyatukan ide untuk membentuk provinsi Flores. Selain itu, juga perlu kerja sama dalam bidang kesehatan. Ambil contoh, kerja sama untuk memerangi penyakit rabies yang terus memakan korban di daerah kita. Dengan demikian kita tidak akan mendengar lagi kasus gigitan anjing rabies di daerah kita. Kerja sama juga dapat berupa membandingkan program kerja dan kebijakan antardaerah. Di sini pemerintah perlu belajar dari daerah lain sehingga tidak mengambil kebijakan yang merugikan masyarakat, misalnya soal kebijakan tambang.
Kedua, memilih para atlit muda. Pordafta merupakan pekan olahraga untuk memilih para atlit muda dari setiap cabang olahraga. Dengan ini juga Pordafta dapat memajukan prestasi olahraga dalam daerah. Karena itu, kaum muda sebagai harapan daerah perlu membangun spiritualitas olahraga dalam diri. Keberhasilan para atlit dalam Pordafta karenanya juga dapat menunjukkan keberhasilan dan kemajuan olahraga dalam daerah. Para atlit muda yang juara dalam bidangnya juga tentu mendapat perhatian dari daerah. Tak jarang, misalnya ada bupati yang menjanjikan jaminan/bonus bagi setiap atlit yang berprestasi. Janji jaminan tersebut dapat menjadi spirit bagi setiap atlit untuk sungguh-sungguh berjuang dalam Pordafta. Beberapa atlit yang sukses dalam bidangnya juga tentu akan diajukan untuk mengikuti momen-momen yang lebih besar lagi pada tingkat yang lebih tinggi.
Ketiga, Pordafta menjadi saat mengukir sejarah hidup. Kita tidak dapat menyangkal kenyataan bahwa prestasi para atlit menunjukkan keberhasilannya dalam hidup. Setiap prestasi yang diperoleh dalam Pordafta dapat menambah deretan prestasi seseorang dalam hidup. Karena itu prestasi tersebut dapat menjadi sejarah dalam hidup seseorang. Pordafta juga dapat menjadi saat untuk menilai prestasi seseorang apakah meningkat, mandek atau justru menurun.
Keempat, Pordafta dapat memasyarakatkan olahraga. Melalui Pordafta pemerintah membawa olahraga kepada masyarakat. Artinya Pordafta bertujuan untuk menciptakan semangat cinta olahraga dalam masyarakat. Dengan demikian olahraga tidak menjadi asing dalam masyarakt, tetapi menjadi bagian dari hidup masyarakat itu sendiri. Dengan ini juga diharapkan dapat menciptakan semangat dan bakat olahraga dalam diri masyarakat.
Kelima, Pordafta merupakan saat untuk menghibur masyarakat yang haus akan olahraga. Selama penyelengaaraan pordafta di Maumere, pemerintah tidak menjual tiket kepada masyarakat/umum untuk semua cabang olahraga yang dipertandingkan. Ini menunjukkan pemerintah Sikka menjadikan momen Pordafta sebagai hadiah bagi masyarakat (dan perlu ditiru oleh daerah lain). Kebijakan pemerintah Sikka ini disambut baik oleh masyarakat. Dengan ini stadion Gelora Samador selalu dipenuhi penonton. Fenomena ini sangat berbeda dengan pengalaman penyelenggaraan turnamen sebelumnya, misalnya saat turnemen Ledalero Cup dan beberapa turnamen lainnya, yang mana penontonya hanya sedikit.

Ekskursus
Penyelenggaraan Pordafta 2009 di Maumere berpusat di Gelora Samador Maumere. Selain itu ada beberapa cabang pertandingan yang diselenggarakan di tempat lain seperti Taekwondo di aula SMA Bhaktyarsa, Kempo di aula biara karmel dan beberapa tempat lainnya.
Penyelenggaraan pordafta yang berpusat di Samador hemat saya kurang tepat. Soalnya, lapangan Samador adalah tempat yang sangat khusus bagi orang Flores, Lembata atau untuk NTT khususnya dan untuk Indonesia umumnya berkenan dengan kedatangan Bapa suci almarhum Paus Yohanes Paulus II. Bapa Suci menyapa kita orang Flores dengan menginjakkan kakinya di Gelora Samador. Apakah mungkin pemerintah Sikka bisa menjadikan gelora Samador sebagai tempat yang khusus untuk memperingti beliau. Karena itu kiranya gelora Samador dipindahkan ke tempat lain.
Kita tentu bersyukur atas kunjungan Bapa Suci tersebut. Sebagai pernyataan syukur kita bisa mendirikan patung beliau di gelora Samador sebagai kenangan akan kedatangannya tersebut. Di beberapa tempat lain, misalnya usaha untuk ini sudah dilakukan. Dengan ini maka kenangan akan kedatangan Bapa Suci selalu terpahat dalam hati kita dan akan menjadi sejarah bagi daerah dan generasi-generasi berikutnya.*

0 komentar: