Pemuda dan Kultur Kematian

KAUM MUDA MAUMERE BERTEKAD MEMERANGI
KULTUR KEMATIAN

Benny Obon
Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero

Segenap kaum dan utusan dari beberapa Sekolah Menengah Atas, dan Universitas di kabupaten Sikka bergabung dengan mahasiswa STFK Ledalero dalam seminar setengah hari yang bertempat di Aula St. Thomas Seminari Tinggi Ledalero. Seminar yang bertema “Kaum Muda dan Kultur Kematian” tersebut dilaksanakan oleh STFK Ledalero dengan mengundang dua orang pembicara: Charly Baba Nong yang bekerja di kantor Keuskupan Maumere dan Lucky Rainer yang berprofesi sebagai manager radio Sonia FM Maumere.
Seminar tersebut dilaksanakan dalam rangka menyongsong hari Sumpah Pemuda yang ke-80. Pada tanggal 28 Oktober 1928 kaum muda Indonesia berkumpul di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng untuk menyatakan tekad sebagai satu bangsa dan bahasa. Dalam pertemuan tersebut mereka menekankan bahwa ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Seminar tersebut mau meneruskan semangat kaum muda pendahulu kita sekaligus menegaskan bahwa kaum muda perlu bangkit untuk menghadapi musuh bersama yang oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II menyebutnya sebagai budaya kematian. Budaya kematian datang dari era globalisasi yang muncul dalam ketidakberdayaan, putus asa, pesimisme, upaya menghindari kenyataan, bunuh diri karena tidak menemukan jalan keluar dari kemelut hidup, budaya tidak lagi melihat makna kerja keras, budaya mengkonsumsi obat-obat terlarang (ganja, narkoba, ekstasi), dan budaya terjerat dalam pelbagai macam kelompok dan tidak mau bersatu. Budaya kematian ini bisa menyeret siapa saja yang tidak kritis menghadapinya.
Di hadapan budaya kematian ini kaum muda perlu bangkit dan sungguh-sungguh bersatu menyerukan kesatuan yang sungguh-sungguh; satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Tanah air kaum muda adalah bumi riil yang menjadi pijakan yang cenderung terkubur dan terpecah-pecah. Bangsa kaum muda adalah semua yang mengelilinginya yang menginginkan kebangkitan dan solidaritas kesatuan. Bahasa kaum muda adalah jiwa yang mempersatukan dan ungkapan yang mendorong maju dan kekuatan yang memampukan untuk mencapai tujuan. Tujuan tersebut adalah pengeliminasian budaya kematian dan penegakkan budaya kehidupan.
Budaya kematian adalah kebalikan dari budaya kehidupan. Budaya kehidupan itu sendiri tidak boleh ditafsir sebagai upaya untuk menghindari tindakan yang mendatangkan kematian. Tetapi, lebih dilihat secara positif sebagai kepedulian bahkan sebagai komitmen penuh dedikasi untuk menyelamatkan kehidupan terutama mereka yang lemah dan tidak bisa membela diri sendiri.
Sebelum bergerak menuju pengeliminasian budaya kematian, kaum muda mesti jeli membaca realitas dan tantangannya mesti dirumuskan secara tepat, demikian pun langkah dalam menghadapinya perlu dirumuskan secara rinci.
Kalau budaya kematian sudah diciptakan bersama, maka pengeliminasiannya melalui budaya kehidupan perlu dilakukan bersama. Justru di sinilah makna Kebangkitan Nasional yang sudah dicanangkan 100 tahun yang lalu dan makna sumpah pemuda yang sudah diucapkan 20 tahun kemudian oleh para pendahulu kita.
Kebudayaan dari segi yang fundamental masih terus berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia. Dan berbicara tentang budaya atau kehidupan manusia mengandaikan proses yang selalu adn tetap berkembang dengan segala perubahannya. Oleh sebab itu, seminar ini diharapkan dapat membangkitakan minat kaum muda untuk bangkit dalam kesatuan landas pijak, dan kesatuan tubuh di atas landas yang satu itulah yang dijiwai oleh semangat nasionalisme humanistis dan kesatuan daya juang melawan musuh bersama yang disebut budaya kematian kematian (culture of daeth).

0 komentar: